Strategi Pajak dan Cukai Harus Lebih Realistis


Jakarta, MBGtoday.com, Anggota Komisi XI DPR RI Harris Turino menyoroti tantangan besar yang dihadapi pemerintah untuk mencapai target penerimaan pajak dan cukai tahun depan. 

Ia menekankan pentingnya realisasi target Rp2.358 triliun yang dipatok pemerintah, di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih dan ruang fiskal negara yang semakin terbatas.

“Persoalannya target Bapak adalah Rp2.358 triliun atau kenaikan 13,47 persen, di tengah bisnis yang tidak baik-baik saja. Ini harus menjadi catatan penting, karena kalau pajak tidak tercapai, dampaknya akan ke mana-mana,” ujar Harris, Kamis (11/9).

Menurutnya, target tersebut melonjak cukup signifikan dibandingkan realisasi tahun ini yang diperkirakan hanya sekitar Rp2.070 triliun. Ia menilai kenaikan hampir Rp300 triliun ini harus dicapai dengan strategi yang cermat, mengingat kontribusi pajak dan cukai mencapai 83 persen dari total belanja negara.

“Ruang fiskal sudah sangat terbatas. Kita tahu batas kenaikan utang kita tinggal sedikit sekali sehingga nanti pihak Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai akan menjadi yang paling disalahkan bila target ini gagal tercapai,” imbuhnya.

Dirinya pun juga menyinggung soal rasio pajak (tax ratio) yang masih rendah. “Tax ratio kita hanya 9,33 persen dari pajak murni saja. Harapannya target ini bisa tercapai, tetapi tantangannya sangat berat,” ujarnya.

Selain pajak, ia turut menyoroti kebijakan cukai, khususnya terkait industri rokok. Menurutnya, pemerintah perlu berhati-hati untuk menaikkan tarif cukai yang bisa berimbas pada keberlangsungan pabrik rokok besar.

“Berita tentang sulitnya pabrik-pabrik rokok besar belakangan ini harus ditelusuri. Benarkah memang ada layoff ratusan karyawan? Kalau kenaikan cukai dilakukan secara agresif, perusahaan-perusahaan sigaret mesin tidak akan punya ruang menutup biaya produksinya,” ungkapnya.

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu mencontohkan, dari setiap seribu rupiah harga rokok, sekitar Rp760 merupakan beban cukai. Jika tarif cukai dinaikkan 10 persen, maka beban itu akan makin besar dan memberatkan industri.

Sebagai alternatif, dirinya mendorong pemerintah mengoptimalkan penerimaan cukai tanpa harus menaikkan tarif, yakni dengan memperkuat pemberantasan rokok ilegal dan impor ilegal. “Kalau Bapak bisa memberantas rokok ilegal, ini pasti kenaikannya luar biasa. Begitu juga dengan impor ilegal, ini bisa dijadikan sumber pendapatan tambahan,” katanya.

Dirinya pun mengungkapkan adanya data dari lembaga riset Next Indonesia Center yang menunjukkan perbedaan pencatatan nilai ekspor antara Indonesia dan mitra dagang. Selisih tersebut mencapai 654,5 miliar dolar AS atau setara sekitar Rp10.000 triliun.

“Ini berarti ada potensi pajak luar negeri yang tidak masuk. Data ini membuat saya miris karena menunjukkan masih banyak kebocoran yang harus ditutup,” tegasnya.